Jakarta, Media Publica – Pos Pelayanan Keluarga Berencana – Kesehatan Terpadu (Posyandu) muncul pada zaman orde baru dan program pemerintah ini sangat berjasa hingga kini. Diciptakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan slogan ‘Dua Anak Lebih Baik’, program ini sukses menurunkan angka kelahiran dan menekan tingkat kematian ibu hamil maupun bayi di Indonesia. Karena hal ini, Indonesia berhasil mendapatkan penghargaan UN Population dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diberikan langsung kepada Presiden Soeharto di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat pada tahun 1989.

Namun di balik kesuksesannya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui sosok pengagas program ini. Bila kita menelisik lebih dalam, program Posyandu sebenarnya dibuat oleh sosok jenius, yaitu Prof. Dr. Haryono Suyono, M.A. Ph.D yang saat ini menjabat sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) (UPDM(B)). Beliau juga merupakan mantan Kepala BKKBN dan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (Menko Kesra) era pemerintahan Presiden Soeharto.

Sebagai lulusan Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta pada tahun 1963, Haryono muda tergerak untuk membuat sebuah program untuk mensejahterakan rakyat, terutama untuk ibu hamil dan bayi. Pada saat itu, ia merasa ada yang janggal dengan program Keluarga Berencana (KB) yang terdapat di desa-desa. Ia mempertanyakan kenapa masyarakat yang ingin mengikuti program KB harus dilakukan di klinik, padahal klinik merupakan tempat orang sakit.

Kemudian, timbul pemikiran untuk membuat tempat khusus bagi masyarakat yang ingin mengikuti Program KB. “Nantinya, tempat khusus program KB ini dibuat agar masyarakat lebih tertarik dan tujuan program ini dapat tercapai,” kata Haryono yang ditemui Media Publica pada Selasa (1/9).

Tak lama berselang, beliau mendapat kesempatan untuk belajar di luar negeri dan berhasil meraih gelar magister komunikasi di University of Chicago. Barulah mulai dari sini Haryono muda memulai petualangannya. Setelah kembali ke Indonesia, Haryono menjabat sebagai Deputi Penelitian BKKBN. Beliau sudah mulai merealisasikan pemikirannya dan mengusulkan kepada dr. Suwardjono Surjaningrat—yang saat itu menjabat sebagai Kepala BKKBN—untuk membuat Pos KB.

Pos KB merupakan pos-pos yang terletak di seluruh desa di Indonesia untuk melayani program KB. Terdiri dari bidan dan petugas lapangan, pos-pos tersebut berfokus untuk memasang spiral KB ataupun memberi pil KB kepada masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, Pos KB desa sudah berjumlah 40.000 unit. Karena suksesnya program ini, Suwardjono diangkat menjadi Menteri Kesehatan (Menkes) pada tahun 1978 oleh Presiden Soeharto. Kemudian, Haryono yang waktu itu sudah menjabat sebagai Deputi Operasional pun diangkat menjadi Kepala BKKBN.

Ketika menjadi Kepala BKKBN, Haryono semakin bersemangat untuk menyempurnakan programnya. Ia terus merencanakan bagaimana membuat Pos KB desa lebih bagus kedepannya.  Tak lama, Suwardjono memiliki ide untuk membuat pos kesehatan desa dan menceritakannya secara gamblang kepada Haryono karena mereka memiliki kedekatan tersendiri. Menanggapi ide tersebut, Haryono memberikan usul kepada Suwardjono untuk menggabungkan ide mereka berdua.

“Saya bilang, Pak, daripada bapak bikin pos kesehatan dari awal dan belum tentu sesukses Pos KB. Lebih baik kita buat saja Pos Kesehatan atau KB terpadu, sehingga dapat melayani KB dan kesehatan. Jadi Pos KB desa itu kita ubah menjadi Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu),” jelas Haryono.

Prof. Dr. Haryono Suyono, M.A. Ph.D saat ditemui oleh Media Publica di Universitas Trilogi, Jakarta Selatan pada Selasa (1/9). (Foto: Media Publica/Dzaky)

Kesepakatan untuk mengganti Pos KB desa dengan Posyandu terealisasikan dan diresmikan pada ulang tahun BKKBN ke-30. Pada tahun 80-an, Posyandu semakin berkembang pesat dan hampir berjumlah 40.000 yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Tidak hanya melayani program KB saja, tetapi juga melayani program gizi anak. Kemudian setiap anak balita wajib ditimbang untuk mengukur sejauh mana kesehatannya. Balita dinyatakan sehat apabila terus bertambah berat badannya.

“Setelah Posyandu melakukan berbagai program, hasilnya berbuah manis. Pada tahun 90-an gizi buruk hilang, stunting hilang, dan tingkat kesehatan di Indonesia meningkat,” tegas Haryono.

Prestasi Haryono tidak hanya sampai situ, hingga sekarang pun Posyandu masih menjadi buah manis dari perjalanannya. Berkat jasanya, Haryono menerima banyak penghargaan dari dalam maupun luar negeri.

Terakhir, ia mendapatkan penghargaan atas jasanya dalam membentuk Posyandu yang diberikan oleh Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) saat Seminar ’75 Tahun Indonesia Merdeka: Kontribusi Diaspora Indonesia dalam Konteks Kesehatan Global’, Sabtu (22/8).

Reporter: Dzaky Nurcahyo

Editor: Safitri Amaliati

 3,292 total views,  4 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.