ilusrasi
ilusrasi
Jakarta, Media Publica – Jelang Pemilu 2014 keberadaan media sosial dianggap menjadi alat utama bagi pelaku politik untuk meraih dukungan publik. Sejumlah pelaku politik bahkan tim sukses rela membeli akun Twitter dengan jumlah pengikut (follower) yang banyak,karena menilai cara tersebut efektif menjadi jembatan kampanye ke masyarakat. Direktur Politicawave Yose Rizal mengatakan, dari sejumlah media sosial yang ada, Twitter memang lebih diminati. Media tersebut dinilai mampu menjadi alat kampanye yang ampuh untuk menyosialisasikan diri hingga visi-misi mereka.

“Namun sayang, mereka itu punya akun Twitter yang folower-nya banyak, tapi tidak riil. Itu akun palsu,” kata Yose.

Yose mengungkapkan dari penelusuran timnya ada sejumlah calon anggota legislatif di tingkat DPRD/DPR dan calon presiden yang memanfaatkan praktik jual beli ini. Murahnya jasa penambah harga follower menjadi salah satu alasan meningkatnya transaksi jual beli tersebut, selain si penjualnya tidak perlu susah payah mendapatkan banyak follower. Melalui sebuah program, seseorang dapat langsung mendapat penambahan jumlah follower secara signifikan sesuai keinginan pembeli.

Yose menjelaskan, apa yang dikatakannya dilatari berdasarkan hasil kajian penggunaan sosial media oleh para politisi dalam beberapa tahun ini. Ia tak mengetahui motif di balik keinginan politisi memiliki banyak follower. Namun ia menduga tujuannya adalah sebagai adu gengsi agar akun sosial media milik politisi diperhitungkan atau sebagai wadah kampanye. “Ada jual beli follower, ada juga yang menjual follower lengkap dengan akunnya,” kata Yose

Menurut pengamat politik salah satu lembaga riset politik, Yuniarto Wijaya juga mengatakan bahwa akun Twitter misterius sering muncul menjelang event politik seperti pemilu maupun pilkada dan kemudian hilang setelah event tersebut .”Ada banyak akun yang berhenti usai pilkada atau pemilu. Ini yang salah,” ujar pria yang akrab disapa Toto ini.

Padahal menurut Toto, sosial media seharusnya dijadikan sebagai alat komunikasi dua arah, bukan sebagai alat kampanye saja.

Sumber : Kompas & Republika
Editor : Putri Yanuarti

 1,936 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.