Duta Besar Swedia, Johanna Brismar Skoog, mengabadikan momen acara penutupan WPFD 2018 bersama Menkominfo, Rudiantara, dan Sekjen PWI, Hendry CH. Bangun. (Foto: Rafi Raihan).

Jakarta, Media Publica – UNESCO Jakarta baru saja menyelenggarakan hari kemerdekaan pers sedunia atau biasa dikenal sebagai World Press Freedom Day (WPFD) pada di Hotel Fairmont, Jakarta (8/5). Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menanggapi positif kenaikan Indeks Kebebasan Pers (IKP) yang hampir mendekati angka 70.

Menurut Rudiantara, IKP di Indonesia terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Ia menanggapi positif hasil ini sebagai bentuk prestasi bagi kebebasan pers di Indonesia. “Pertama kita mengadakan acara ini karena berdasarkan hasil survey dan indeks kebebasan di  Indonesia pada tahun 2017 itu trend-nya baik dibandingkan tahun sebelumnya. Nilainya 68 bahkan angka ini merupakan angka bebas yang mendekati 70,” terangnya di sela-sela acara WPFD 2018.

Rudiantara menambahkan bahwa angka ini menunjukkan bahwa Indonesia dapat menghargai kebebasan pers, baik untuk media arus utama maupun televisi nasional, TVRI. “Nah, kalau dilihat jurnalis kita sendiri, saya senang karena indeks kebebasan pers yang ada meningkat karena menjunjung proses dan etika profesionalisme dalam artian selalu mengacu pada kode etik,” lanjutnya.

Dari data yang diperoleh dari situs resmi Dewan Pers, IKP Indonesia menyentuh angka 68,95 dan masuk dalam kategori sedang/cukup bebas. Jika dibandingkan dengan tahun 2016, IKP Indonesia hanya menyentuh angka 63,44 masuk dalam kategori sedang/cukup bebas. Maka, menurut data yang dirilis Dewan Pers, kemerdekaan pers 2016-2017 masih berjalan ditempat tanpa ada kenaikan signifikan diberbagai bidang.

Indeks Kebebasan Pers Indonesia 2016-2017 yang dirilis oleh Dewan Pers.

Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry CH. Bangun, juga menambahkan bahwa Indeks Kemerdekaan Pers dari Dewan Pers memotret lebih lengkap kegiatan pers dalam 34 provinsi di Indonesia. “Indikator itu kan politik, ekonomi dan hukum. Secara hukum apakah undang-undang, aturan-aturan yang ada di Indonesia ini mengekang kemerdekaan pers. Kemudian politik, sama, terutama di daerah, kan ada Perda yang membuat pers susah bergerak. Kemudian ekonomi vital. Tadi teman-teman dengar yang membuat kita agak terseret itu karena rendahnya kebebasan dari sisi ekonomi,” tambahnya.

Selain itu Hendry mengungkapkan bahwa peningkatan ini dapat dilihat dari peringkat Indonesia dalam rilis yang ditulis oleh Reporteros Sin Fronteras (RSF). RSF merupakan organisasi internasional non-pemerintah yang mengamati kebebasan pers.

“Indeks kita pada tahun 2018 membaik. Kalau dilihat rilis yang dibuat RSF, kita di ASEAN ini hanya kalah dari Timor Leste, mereka nomor 95 kita 124. Tetapi, bagaimana cara meningkatkannya kita tidak tahu, karena RSF itu membuat penilaian yang kadang-kadang memang tidak sama dengan apa yang kita lakukan,” jelasnya.

Perayaan WPFD 2018 merupakan salah satu kegiatan besar baik untuk pers maupun masyarakat luas dalam berpendapat. Hendry berharap bahwa Indonesia dapat lebih bijak dalam mengekspresikan pendapat, “Tapi kebebasan ini sering juga digunakan oleh orang tertentu dengan kepentingan tertentu. Jadi, untuk mengadu domba dan cari gara-gara. Padahal kebebasan di Indonesia itu terbaik,” ungkapnya.

Rudiantara juga menghimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi informasi terutama dalam menggunakan media sosial, “Saya mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Nah, kalau media mainstream itu ada proses jurnalistiknya. Sekarang kan di media sosial nggak ada etikanya, main posting saja. Saya ajak kepada masyarakat lebih bijak memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif,” pungkasnya.

Perayaan WPFD 2018 dihadiri oleh sejumlah tokoh pemerintahan Indonesia dan Duta Besar Swedia, Johanna Brismar Skoog. Acara tersebut membahas mengenai “Masalah Media dan Proses Transparansi Politik” dan “Keberagaman Konten Media”.

Selain itu, WPFD 2018 meluncurkan beberapa buku tentang kebebasan pers. Antara lain, 2018 World Trends Report on Freedom of Expression and Media Development in Asia and the Pacific, 2018 Indonesian version of the 2005 Convention Global Report on “Reshaping Cultural Policies: Advancing Creativity for Development”, 2017 Indonesian Press Freedom Index.

Reporter: Rafi Raihan* & Rangga Dipa Yakti

Editor: Mohammad Thorvy Qalbi

*Mahasiswa Fikom UPDM(B) angkatan 2015 yang merupakan kontributor penulisan ini.

 4,256 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.