Maka dari itu masyarakat perlu diberikan pembelajaran untuk dapat memberikan suaranya kepada orang yang tepat. Di satu sisi lain, ketidakpahaman masyarakat atas siapa caleg yang ideal membuat angka golongan putih (golput) tinggi. Golput diartikan sebagai golongan atau orang yang memutuskan untuk tidak memilih calon manapun saat pemilu baik untuk pemilihan presiden, anggota DPRD, anggota DPD atau pemilihan untuk posisi lainnya.
Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat Pada Pileg tahun 1999 angka golput 10,2 persen, pileg 2004 (23,3 persen) dan pada tahun 2009 menjadi 29 persen pemilih yang tidak menggunakan haknya.
Melihat fenomena tersebut sangat miris, perlu beberapa pihak yang bekerjasama dan membantu dalam memerangi golput, media yang mempunyai peran dan fungsinya untuk memberikan informasi, mengedukasi, menghibur dan sebagai kontrol sosial kini tidak lagi menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam hal ini peran media untuk memberikan edukasi masih terlihat belum optimal, ini terpampang jelas bagaimana sulitnya masyarakat mengenali para calon wakil rakyat. Media harus memposisikan dirinya dalam membentuk wacana yang positif, memberikan pembelajaran serta bentuk informasi yang jelas dalam menjalankan kegiatan pemilihan umum (pemilu), sehingga dapat menimbulkan pemilu yang demokratis, dan sesuai dengan keinginan rakyat.
Media yang baik adalah media yang mampu memberikan atmosfer demokratik dalam pemilu mendatang, karena dengan adanya golput, masyarakat diposisikan sebagai anonim yang tidak mampu memilih, karena sesungguhnya pemilu yang ideal adalah yang diwujudkan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Penulis : Rati Prasasti
3,922 total views, 3 views today