Jakarta, Media Publica – Bak mencari jarum dalam tumpukan jerami, begitulah gambaran mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) (UPDM (B)) dalam mencari informasi terkait program magang. Di balik tuntutan akademis yang mengharuskan mereka mengambil program magang, ternyata masih banyak mahasiswa yang merasa gamang menghadapi realita yang ada. Minimnya sosialisasi dari pihak kampus seakan menambah daftar panjang keresahan mahasiswa.
S salah satu mahasiswi Fikom, dari program studi Public Relation yang tidak ingin disebutkan namanya. ia menceritakan bagaimana keresahan yang ia alami terkait persiapan magang. S yang kini menjajaki semester 5 ini, mengaku tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari pihak kampus terkait persiapan magang.
“Jujur bingung banget sih karena dari kampus sama sekali nggak memberikan arahan, saya juga tidak diberi informasi mengenai siapa yang harus dihubungi jika memang harus mencari sendiri,” ungkap S saat diwawancarai Media Publica, Kamis (12/12).
S juga menyampaikan bahwa dirinya pernah bertanya kepada salah satu dosen mengenai informasi magang, namun jawaban yang ia dapatkan masih kurang jelas. Menurut penuturannya, dosen tersebut justru menyarankan agar ia langsung mendatangi perusahaan yang disarankan, dan jika perusahaan tersebut membuka lowongan magang, barulah ia bisa meminta surat rekomendasi dari kampus.
Karena tidak bisa sepenuhnya bergantung pada pihak kampus, S menyampaikan bahwa dirinya telah mempersiapkan beberapa hal terkait magang, seperti merapikan Curriculum Vitae (CV) dan mencari informasi mengenai perusahaan, termasuk latar belakangnya dan persyaratan yang paling menarik perhatian perusahaan. S juga menekankan bahwa semua informasi tersebut ia peroleh melalui media sosial, bukan dari pihak UPDM (B). “Sekarang banyak di media sosial yang memperlihatkan bahwa kampus mereka sudah lebih maju, sedangkan kampus gue nggak ada kemajuannya,” Ungkap S, dengan nada kecewa.
Berbeda dengan S, Erin seorang mahasiswi yang saat ini menjalani program magang di sebuah perusahaan konsultan. Magang tersebut berhasil ia peroleh melalui program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Erin mengungkapkan bahwa magangnya baru akan selesai pada bulan Desember. Namun, perjalanan itu tidak semulus yang dibayangkan. Erin mengaku bahwa semua informasi terkait program magangnya tidak ia peroleh dari pihak kampus, melainkan dari hasil usahanya sendiri dalam mencari informasi di luar.
“Karena tidak mendapat informasi dari kampus, saya akhirnya mencari sendiri, biasanya lewat TikTok yang sering membagikan informasi tentang program MSIB,” ujar Erin saat menjelaskan bagaimana ia mendapatkan informasi magang. Sebagai mahasiswi dari program studi Broadcasting, Erin menuturkan kendala yang dihadapinya saat mengurus administrasi, terutama ketika mempersiapkan surat izin magang dari kampus. Ia menjelaskan bahwa proses tersebut terhambat karena saat itu sedang terjadi pergantian kepala program studi, sehingga ia harus menunggu beberapa minggu sebelum surat tersebut akhirnya dikeluarkan.
Erin juga menjelaskan bahwa dirinya masih belum mengetahui bagaimana sistem konversi SKS untuk program magang. Ia sempat menanyakan hal tersebut kepada salah satu staf sebelum mengikuti magang, namun hanya diberi jawaban bahwa proses konversi SKS akan dilakukan setelah magang selesai.
Erin juga menambahkan bahwa tidak ada arahan yang jelas dari kampus mengenai prosedur magang. “Nggak ada penjelasan sama sekali, gue kira akan ada arahan. Biasanya ada penjelasan tentang bagaimana sistemnya. Tapi kali ini, nggak ada arahan sama sekali, jadi gue bingung harus bagaimana,” ungkap Erin saat diwawancarai Media Publica, Kamis (12/12).
Senada dengan Erin, T seorang mahasiswi yang tidak ingin disebutkan namanya telah menyelesaikan magangnya di semester empat, juga mengalami keresahan serupa. Sebelumnya, T berhasil mendapatkan kesempatan magang mandiri di Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Selama tiga bulan menjalani magang sebagai staf Hubungan Masyarakat (Humas), T berbagi pengalamannya terutama mengenai proses persiapan magang. Ia mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak UPDM (B) yang dinilai kurang responsif dalam memenuhi kebutuhan mahasiswanya. Salah satu contoh yang ia kemukakan adalah ketika ia mengajukan permohonan surat izin magang kepada staf kampus.
“Menurut gue balasan dari pihak kampusnya cukup lama terus balasan nya singkat-singkat. Sedangkan kita butuh, padahal kita masih belum paham banget, jadi kurang responsif kalau menurut gue walaupun surat izinnya mudah tapi cukup lama,” ungkap T saat diwawancarai Media Publica pada Kamis (12/12).
Lebih lanjut, T menghadapi masalah yang lebih serius terkait konversi SKS dari program magangnya. “Nggak bisa, soalnya gue sudah nanya ada minimal SKS gitu, baru bisa dikonversi. Padahal ada tuh teman gue dari kampus lain, dia sama kayak gue semester empat dan wajib magangnya di semester 6 tapi bisa,” ujar T dengan nada kecewa.
Di tengah berbagai kendala yang dihadapi, ia berharap adanya perbaikan sistem dari pihak UPDM (B). Salah satu usulan utamanya adalah diadakannya sosialisasi yang lebih komprehensif dan tepat waktu. T menekankan pentingnya sosialisasi ini dilakukan jauh sebelum mahasiswa memasuki semester akhir.
“Saya mendengar informasi bahwa baru diperbolehkan magang di semester 7, yang menurut saya terlalu terlambat. Beberapa kampus lain, mahasiswa sudah bisa melakukan konversi SKS dari program magang sejak semester 5. Akan sangat membantu jika pihak kampus memiliki mitra kerja sama dan dapat mensosialisasikan informasi tersebut lebih awal kepada kami. Saat ini, kami sangat membutuhkan informasi mengenai magang di semester ini,” tambahnya.
Meskipun program magang merupakan bagian integral dari kurikulum di UPDM (B), nyatanya masih banyak aspek yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaannya. Kurangnya sosialisasi, minimnya informasi, dan ketidakjelasan sistem konversi SKS menjadi tantangan utama yang dihadapi mahasiswa.
Reporter: Zulfa Saniyyah Anwar dan Saniyyah
Editor: Nur Sifa Widasarani
2,882 total views, 9 views today
