Ivan Lanin saat menghadiri acara diskusi buku Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?’ Jakarta (24/7). (Foto: Media Publica/Ranita).

Jakarta, Media Publica – Mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa asing dalam berkomunikasi, kerap dilakukan bagi sebagian orang atau disebut xenoglosofilia. Fenomena ini disebabkan pengetahuan yang kurang tentang padanan kata asing dalam bahasa Indonesia dan lingkungan pergaulan.

Xenoglosofilia yang terdiri atas tiga kata, yakni xeno yang berarti asing, gloso artinya bahasa, dan filia yang berarti suka. Jika digabungkan ketiganya, xenoglosofilia merupakan rasa kesukaan yang berlebihan terhadap bahasa asing.

Wikipediawan Bahasa Indonesia Ivan Lanin berpendapat, pencampuran bahasa asing dalam berkomunikasi timbul dari kebiasaan di lingkungan pergaulan. Kebiasaan ini didukung oleh kurangnya pengetahuan padanan kata asing dalam bahasa Indonesia yang benar. Atau konsep istilah asing yang belum ditemukan terjemahan atau padanan kata yang tepat ke dalam bahasa Indonesia. Sehingga kata asing kerap digunakan saat bersosialisasi menjadi hal wajar karena istilah tersebut lebih akrab di telinga masyarakat.

“Misalnya istilah flying fox, jika disebutkan dalam bahasa Indonesia itu artinya luncur gantung. Tapi kalau kita sebut menjadi luncur gantung, mungkin nggak banyak orang yang mengetahui,” ujar Ivan saat ditemui Media Publica, Selasa (24/7).

Ivan menambahkan, lingkungan turut berperan membuat seseorang cenderung merasa dirinya lebih intelektual jika menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. “Jadi teman-teman pergaulan itu yang lebih banyak berperan. Untuk masalah yang kelihatan lebih intelek itu kebanyakan munculnya dari lingkungan (red-pergaulan) sekitar bukan dari keluarga,” ujar Ivan.

Kendati demikian, xenoglosofilia membuat bahasa Indonesia menjadi kurang berkembang. Penggunaan istilah-istilah asing yang lebih dominan membuat seseorang minim akan kosakata bahasa Indonesia. Tak heran jika bahaya yang ditimbulkan dari xenoglosofilia membuat seseorang lupa akan bahasa bangsa itu sendiri.

“Bahayanya kita lupa akan bahasa kita sendiri. Jangankan bahasa Indonesia, bahasa daerah saja anak zaman sekarang banyak yang nggak menguasai, terutama di Jakarta. Masalah ini sangat dirasakan. Dampaknya itu tadi, kita lupa dengan bahasa lain karena terlalu suka dengan bahasa asing.” Jelasnya.

Upaya untuk menumbuhkan kembali rasa kepedulian dan kecintaan terhadap bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini akan mengembalikan keseimbangan antara ragam bahasa formal dengan ragam bahasa yang cocok untuk pergaulan, sekaligus memperkaya kosakata bahasa Indonesia.

“Segala sesuatu itu bisa kita cintai kalau kita sering menggunakan. Cara agar kita bisa mencintai bahasa Indonesia, ya gunakan itu dalam keseharian. Jadi kuncinya cuma itu, biasakan” tutur Ivan.

Reporter: Ranita Sari & Fernando Avi

Editor: Mohammad Thorvy Qalbi

 13,644 total views,  15 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.