Jakarta, Media Publica – Zaman terus berkembang begitu pula dengan ilmu jurnalistik. Kemampuan mengolah data menjadi produk jurnalistik atau biasa disebut jurnalisme data menjadi hal baru yang perlu dikuasai jurnalis di era digital.

Hal inilah yang diangkat menjadi tema acara oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Media Informasi Masyarakat Moestopo (Diamma) pada Pelatihan Jurnalistik 2021. Berfokus pada jurnalisme data, pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan akan visualisasi data jurnalisme serta penulisan konten berbasis data bagi masyarakat luas.

“Kalau seorang wartawan tidak bisa memahami data atau menggunakan data, ada kemungkinan wartawan bisa dimanipulasi,” ungkap Utami Diah Kusumawati selaku Data Driven Storytelling and Researcher dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ketika menjadi narasumber dalam acara tersebut, Sabtu (23/10). 

Utami mengatakan bahwa penting bagi jurnalis untuk mengedepankan data informasi yang terbukti keabsahannya. Karena jika salah menggunakan data, berita yang diproduksi bisa saja berujung menjadi sebuah hoaks. Hal ini tentu menyalahi kodrat seorang jurnalis yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat luas.

“Sebagai seorang wartawan, mau tidak mau kita harus memberikan informasi yang akurat supaya masyarakat lebih teredukasi, bukannya tersesat,” terangnya.

Lebih lanjut, Utami menilai masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan mana berita yang valid dan hoaks. Tingkat literasi yang rendah ditengarai menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat masih sulit membedakan antara berita benar dan bohong.

Teknis Pengambilan Data dalam Jurnalisme Data

Di tengah derasnya arus informasi dan masyarakat yang memiliki literasi rendah, maka bagi Utami penting untuk jurnalis memahami teknik pengumpulan data yang benar serta cara memvisualisasikannya. 

Ia membagi proses kerja jurnalisme data menjadi empat bagian. Pertama adalah proses pencarian data, kedua menganalisa data, ketiga penempatan angle berita berbasis data, dan yang terakhir adalah metode memvisualisasikan data. 

“Dengan menggunakan visualisasi data kita bisa menampilkan langsung sebuah paragraf berita menjadi sebuah grafik yang padat,” ungkapnya.

Beberapa sumber data yang bisa digunakan dalam memproduksi karya jurnalistik. (Foto: Media Publica/Siska)

Menurutnya, penggunaan grafik dalam penyajian informasi bukan semata-mata untuk estetik saja, namun sesuai dengan fakta bahwa otak manusia lebih mudah memproses gambar daripada teks.

Utami menggunakan contoh konten The New York Times yang menyajikan grafik mobilitas penduduk selama pandemi COVID-19. Dari penyajian grafik tersebut, tergambar bahwa masyarakat yang lebih banyak mobilitas di luar rumah adalah masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh. 

Dalam tahap visualisasi data, ia memberi tahu bahwa ada beberapa prinsip utama yang harus diterapkan oleh jurnalis. Prinsip tersebut ialah: jurnalis yang harus fokus pada data daripada desain, pencarian narasi data, pemenuhan elemen dasar grafik, pemilihan grafik yang cocok dengan data, dan yang terakhir menampilkan data dengan alat pembuat grafik. 

Guna mempermudah pemahaman peserta webinar, Utami mengajak para peserta untuk langsung mempraktikkan materi-materi yang telah disampaikan menggunakan Microsoft Excel. Ia memberi contoh langsung bagaimana cara memvisualisasikan data-data yang ada menjadi sebuah grafik interaktif yang mudah dicerna oleh pembaca. 

Dalam pelatihan bertema “Eksistensi Jurnalisme Data di Era Pandemi” ini, terdapat dua narasumber yang dihadirkan. Acara berlangsung mulai pukul 12.40 hingga 16.00 WIB di aplikasi Zoom Meeting.

Pada penghujung acara, LPM Diamma turut membagikan hadiah doorprize berupa saldo e-wallet sebesar Rp100.000,00 untuk tiga orang pemenang yang diundi menggunakan spin wheel. Tak lupa, diadakan pula sesi foto bersama yang menandakan berakhirnya acara. 

Reporter: Fransiska Angelina Widiyanti

Editor: Salsabila Rahma Saputra

 3,050 total views,  6 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.