Media Publica — Dalam kehidupan sosial setiap orang pasti memiliki sebuah hubungan, baik antara dua orang ataupun lebih. Tentunya dalam menjalin sebuah hubungan pasti mengharapkan kebahagiaan dan keharmonisan. Akan tetapi, tidak semua hubungan dapat berjalan dengan baik.

Dalam beberapa kasus seringkali terjadi konflik di mana ada rasa cemburu berlebih, over-protective, ketidakjujuran, rasa tidak aman, diperlakukan tidak adil atau mungkin merendahkan pasangan sendiri. Hal-hal tersebut dinamakan toxic relationship.

Ilustrasi: Shutterstock

Toxic Relationship atau hubungan beracun adalah sebuah istilah yang menggambarkan hubungan tidak sehat dan memungkinkan berdampak buruk bagi kesehatan fisik maupun mental seseorang. Hubungan toxic dapat terjadi pada siapapun di antaranya pertemanan, sepasang kekasih, bahkan keluarga sekalipun.

Toxic pertama kali dicetuskan oleh seorang Ahli Komunikasi dan Psikologi dari California, Lillian Glass. Menurutnya dalam buku Toxic People (1995), Lilian mendefinisikan istilah toxic relationship sebagai hubungan —antara orang dengan orang lainnya— yang tidak saling mendukung, ada konflik dan satu berusaha untuk merusak yang lain, ada persaingan, ada rasa tidak hormat, dan kurangnya kekompakan.

Sesuai dengan namanya yaitu beracun, hubungan tidak sehat tanpa disadari akan menjadi racun dan dapat mempengaruhi sikap serta tindakan seseorang dalam kesehariannya. Seperti rasa minder untuk bergaul dengan orang lain, tumbuh menjadi seseorang yang pendiam, tidak berani mengutarakan pendapat, atau ketakutan akan berekspresi. Tekanan bertubi-tubi dari hubungan tersebut yang memicu adanya ketidakseimbangan mental seseorang yang mengalaminya.

Mengutip dari Healthline, ada beberapa ciri dari seseorang yang mengalami toxic relationship:

  1. Kurangnya dukungan dari pasangan sehingga pencapaian apapun yang dicapai oleh salah satu orang yang terlibat dianggap sebagai kompetisi.
  2. Komunikasi yang beracun, termasuk perkataan kasar, kritik, sarkasme, hingga adu mulut.
  3. Perasaan cemburu yang berlebihan.
  4. Adanya kecenderungan ingin memegang kendali atas hubungan dan kehidupan pasangan.
  5. Perasaan benci, stres, dan frustasi.
  6. Ketidakjujuran yang terus menerus dilakukan.
  7. Tidak adanya rasa hormat pada pasangan, seperti sengaja melupakan hal-hal penting yang berkaitan dengan hubungan.
  8. Perilaku keuangan yang negatif, seperti melakukan pengeluaran dalam jumlah besar tanpa berdiskusi dengan pasangan.
  9. Salah satu pihak selalu mengikuti kemauan pasangannya sehingga melupakan kesehatan dan kebutuhan diri sendiri.
  10. Mati-matian menjaga hubungan agar terhindar dari konflik, karena jika terjadi dapat menyebabkan masalah ekstrem.

Banyak orang menyadari dirinya terjebak dalam hubungan beracun dan banyak pula dari mereka yang pada akhirnya memilih bertahan dengan beberapa ciri di atas. Namun, tidak semua hubungan toxic akan berakhir dengan hancur. Jika kedua pihak ingin saling memperbaikinya, hal itu dapat menjadikan hubungan yang lebih baik.

Seperti yang diungkapkan seorang Psikolog Klinis, Catalina Lawsin, PhD, “Jika hanya satu pasangan yang berinvestasi dalam menciptakan pola hubungan yang sehat, maka kecil kemungkinan perubahan akan terjadi”.

Jika ingin melakukan perubahan ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain mencari dukungan kepada orang terdekat, belajar melakukan komunikasi yang sehat dengan tidak berkata kasar dan menghindari memukul untuk segala sesuatu, serta lakukan terapi atau konseling dengan spesialis agar mendapat masukan yang membantu dalam menjalin hubungan yang baik. 

Kendati demikian, yang terpenting dari semua itu ialah adanya penyembuhan dari dalam diri sendiri, karena hanya diri sendiri lah yang tahu apa yang dibutuhkan dan dirasa penting bagi hubungan tersebut. Selain itu, komitmen antar pasangan sangat diperlukan untuk terhindar dari toxic relationship. 

Jika seseorang merasa dirinya sudah berubah demi hubungan tersebut, bukan berarti pasangannya melakukan hal yang sama. Ada baiknya saling mengomunikasikan permasalahan dalam menjalin hubungan. Hal yang dapat ditekankan dalam hubungan yang sehat, yaitu setiap pihak berhak untuk diterima dan diperlakukan dengan sopan, kasih sayang, dan hormat.

Sumber: Dari berbagai sumber

Reporter: Duma Oktalia Purba* dan Rizka Kumala Dewi

Editor: Media Publica

*Mahasiswi Fikom UPDM (B) angkatan 2018 yang juga merupakan Calon Anggota LPM Media Publica

 5,410 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.