Media Publica – Tren investasi di kalangan milenial cenderung meningkat saat pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Banyak anak muda dewasa ini tertarik untuk mempelajari instrumen-instrumen investasi. Mereka mengisi waktu luang untuk mencari pasif income yang bisa didapatkan walaupun berada di rumah.

Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), mengatakan pertumbuhan investor baru menyentuh angka 18 persen sejak awal tahun 2020. Dari sebelumnya berjumlah 2,48 juta investor, kini jumlahnya sudah mencapai 2,92 juta investor pada bulan Juni lalu.

Bursa Efek Indonesia (Foto: IDX Channel)

“Dari sisi rentang usia, investor milenial berusia 18-25 tahun memiliki pertumbuhan yang paling pesat dalam tiga tahun terakhir. Ini menjadi hal positif bagi pasar modal Indonesia kedepannya,” ujar Hasan Fawzi dalam webinar J-Club Perkumpulan Investor Pasar Modal Indonesia (PIPMI) Investor Expo Juli lalu.

Ia juga menambahkan bahwa BEI akan terus berinovasi untuk memudahkan dan memanjakan para investor muda. Mulai dari kemudahan akses, kemudahan pembelajaran dan banyak keuntungan lainnya. 

Hilangnya Stigma Buruk

Pandemi COVID-19 telah merubah cara pandang sebagian masyarakat Indonesia mengenai investasi. Mereka yang dulunya tertutup dan takut untuk memulai, kini beranjak perlahan untuk terjun dalam bidang ini.

Hal ini bukan tanpa alasan, sebab beberapa komunitas dan pegiat investasi mulai aktif membombardir media sosial dengan konten investasi. Mereka menghapus stigma buruk investasi yang terkadang dicap riba dan tidak menghasilkan keuntungan.

Ditambah, banyak usia produktif yang memiliki waktu luang dengan #dirumahaja membuat investasi kian dilirik. Kebanyakan dari mereka tergiur akan keuntungan masa depan dari investasi.

Investasi Sejak Dini

Bagi kalian yang berada dalam rentang usia 20-25 tahun disarankan mempelajari investasi sejak dini. Sebab, banyak keuntungan yang bisa diperoleh bila memulainya saat usia produktif.

Salah satunya adalah memiliki perencanaan keuangan yang matang dan kemerdekaan finansial sedari ini. Sebab, banyak orang yang merasa uangnya habis begitu saja tanpa ada hasil yang konkret.

“Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kemajuan di berbagai bidang membuat perilaku masyarakat menjadi konsumtif. Tentu, perlu adanya batasan untuk membatasi perilaku tersebut, salah satunya dengan berinvestasi,” kata Ellen May dalam buku Smart Trader Rich Investor.

Lebih lanjut, mayoritas masyarakat yang berperilaku konsumtif tidak dibarengi dengan perencanaan finansial yang baik, terutama anak muda. Sehingga, mereka terlalu mudah untuk mengeluarkan uang dari sakunya untuk membeli sesuatu yang belum tentu dibutuhkan.

Oleh karena itu, mereka perlu mempelajari investasi sesegera mungkin. Dengan investasi, mereka bisa belajar untuk membagi rasio kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan berinvestasi. Sehingga, mereka lebih bijak dalam menggunakan uang dan tahu kemana uang itu dibuang.

Instrumen Investasi

Indonesia memiliki beberapa instrumen investasi yang beragam, mulai dari deposito hingga produk investasi di pasar modal seperti saham. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Untuk saat ini, saham dan reksadana menjadi instrumen favorit masyarakat Indonesia untuk berinvestasi. Selain pembuatannya mudah, kedua instrumen tersebut bisa dipantau secara daring dan memiliki komunitas yang cukup aktif di media sosial.

Ilustrasi: Freepik.com

Menurut BEI, saham adalah tanda penyertaan modal dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Karena ikut menanamkan modal, investor mempunyai klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sederhananya saham merupakan bukti kepemilikan dari perusahaan tertentu yang terdaftar di pasar modal. Misalnya kita membeli saham perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI), berarti kita sudah memiliki sebagian perusahaan tersebut dan diakui oleh negara.

Tak jauh berbeda dengan saham, reksadana juga memiliki pengertian yang cukup mirip. Sebab, sama-sama mendapat keuntungan dari perusahaan yang dipunya.

Namun, yang membedakan saham dan reksadana adalah proses jual-belinya. Apabila saham dilakukan secara mandiri atau personal, reksadana dilakukan oleh seorang Manajer Investasi (MI).

Saat ini, pembukaan akun reksadana ataupun saham tidak memerlukan banyak modal. Dengan menyiapkan uang sebesar Rp100.000,00 kalian bisa mulai berinvestasi baik di reksadana maupun saham.

Selain kedua instrumen tersebut, ada beberapa instrumen lain seperti obligasi, deposito, derivatif dan waran. Semua memiliki tingkat resiko yang cukup beragam dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Intinya, sebelum kalian terjun untuk berinvestasi, tentukan dulu apa niat dan tujuan kalian menjadi investor. Apakah mencari keuntungan jangka panjang, jangka pendek atau sebagai tabungan masa depan.

Sumber: Dari berbagai sumber

Reporter: Dzaky Nurcahyo

Editor: Media Publica

 1,771 total views,  6 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.