(Sumber: bustle.com)

Mengambil setting di tahun 1984, Black Mirror: Bandersnatch mengajak para penonton bernostalgia ke era 80-an, mulai dari musik hingga fesyen. Tetapi titik utama dalam film ini bukan di nostalgianya, melainkan jalan cerita yang terbilang mind-blown dan tidak disangka-sangka. Stefan Butler (Fionn Whitehead), seorang programmer muda mulai mempertanyakan realitas disaat ia sedang mengerjakan game yang diadaptasi dari sebuah novel fantasi, Bandersnatch. Dalam novel tersebut karya Jerome F. Davies yang bertemakan ‘Choose your own adventure’, pembaca dapat memilih apa yang akan dilakukan oleh karakternya.

Banyak pilihan dan bermacam-macam ending

Film Black Mirror: Bandersnatch menawarkan berbagai macam jalan cerita yang dapat ditempuh melalui dua pilihan. Pada awal film, kita disuguhkan panduan cara menonton film. Sebagai tokoh utama, Stefan bangun dan minum obat menjadi scene pembuka. Dilanjutkan dengan perbincangan antara Stefan dengan ayahnya membahas demo game yang akan diperlihatkan ke Tuckersoft, salah satu perusahaan game ternama pada masa itu. Seiring berjalannya cerita, kita dihadapkan dengan dua pilihan pertama yaitu memilih jenis sereal, antara Sugar Puffs atau Frosties. Penonton diberikan waktu selama 10 detik untuk memilih, jika waktunya habis maka akan terpilih secara otomatis oleh sistem. Hal ini mengulang kembali pada saat Stefan berada di dalam double decker bus sambil mendengarkan musik, antara The Thompson Twins atau kompilasi album Now 2. Dengan mendengarkan salah satu atau bahkan kedua musik tersebut, penonton terasa ditarik kembali ke era 80-an.

Stefan memperkenalkan game-nya kepada Tuckersoft sebagai adventure game without any typing. Dianggap sebagai terobosan yang brilian oleh pimpinan Tuckersoft, Mohan Thakur (Asim Chaudhry) tertarik untuk mempekerjakan Stefan. Kita dihadapkan kembali dengan dua pilihan, antara terima tawaran tersebut atau tidak. Pilihan ini agak tricky bagi penonton, karena jika memilih terima, Colin Ritman (Will Poulter) berkata “Sorry mate, wrong path”. Colin seakan berkata kepada penonton karena telah salah dalam menentukan pilihan. Lima bulan kemudian, game Bandersnatch karya Stefan rilis ke publik tetapi tidak menarik dan gagal sehingga hanya mendapat rating 0 dari 5.

Ending film ini bisa dilihat dari rating game Bandersnatch yang didapat, mulai dari 0 sampai 5 atau ketika muncul thumbnail yang berisikan tombol ‘kembali ke credit’ di layar. Jika ingin mendapatkan semua ending-nya, kita akan menghabiskan waktu selama 5 jam 12 menit 13 detik untuk menonton filmnya.

Mengajarkan agar menerima setiap keputusan yang diambil

Jika Stefan mencoba dari awal, scene akan mengulang mulai dari sarapan hingga kembali ke Tuckersoft. Colin sebagai programmer ternama di Tuckersoft, seperti mengenali Stefan ketika ia kembali, “We’ve met before” ucapnya sambil memperkenalkan game garapannya bernama Nohzdyve. Sayangnya, game tersebut tidak berjalan dengan mulus karena eror memori yang menyebabkan grafis matanya membanjiri memori video.  Setelah itu, kita dihadapkan kembali dengan pilihan menerima tawaran untuk bekerja di Tuckersoft atau tidak. Karena sempat gagal dengan memilih ‘terima’, maka pilihan ‘tidak’ pun dipilih. Dengan terpilihnya ‘tidak’, Stefan tidak sepenuhnya menolak dan bermaksud untuk tidak bekerja di kantor melainkan dari rumahnya.

Di balik otaknya yang genius, ternyata Stefan mempunyai masalah kejiwaan sehingga mengharuskannya untuk konsultasi dengan psikiater secara rutin. Stefan masih menganggap dirinya adalah penyebab kematian ibunya, karena saat itu ia tidak menemani ibunya pergi ke tempat neneknya dan justru ia sibuk mencari boneka yang disembunyikan oleh ayahnya. Hal ini berujung pada kematian ibunya yang kemudian pergi seorang diri dan menaiki kereta pukul 08.45 yang mengalami kecelakaan keluar jalur di dekat Stasiun Queenstown Road saat Stefan masih kecil. Stefan membenci ayahnya karena hal itu. Sebagai seorang psikiater yang menanganinya, Dr. Haynes (Alice Lowe) mengatakan bahwa masa lalu tidak bisa diubah. Walaupun menyakitkan, kita tidak bisa mengubahnya. Kita tidak bisa mengganti pilihan masa lalu dan harus belajar menerimanya. Hal ini seakan menjadi tamparan bagi penonton yang mencoba untuk kembali ke scene sebelumnya dan ingin mengganti pilihannya, padahal kenyataannya tidak bisa.

Mempertanyakan realitas yang ada

Setelah Stefan bergabung dengan Tuckersoft, Colin menjadi salah satu orang yang berpengaruh dalam proses pembuatan game-nya. Bahkan Colin pun yang menanamkan pikiran akan realitas yang ada. Orang berpikir hanya ada satu realitas. Colin menganggap sebenarnya realitas ada banyak dan menjalar seperti akar. Tindakan kita di satu jalur mempengaruhi jalur lain.

Sedangkan waktu adalah konsep. Orang berpikir waktu tidak bisa diubah, padahal bisa. Oleh karena itu, ada kilas balik. Hal itu adalah undangan untuk kembali dan memilih hal lain. Saat memutuskan, kita pikir itu pilihan kita padahal bukan. Ada roh di luar sana yang terhubung dengan kita untuk menentukan tindakan kita. Kita hanya perlu mengikuti itu.

Colin juga menjelaskan bahwa sebenarnya hidup itu dikontrol dan diawasi, tidak bebas dan ada pesan di setiap game. Contohnya game PAC Man, Program and Control Man. Pikirnya ia bebas, nyatanya ia terjebak di labirin. Di sistem, ia hanya bisa makan dan dikejar iblis yang mungkin hanya khayalannya saja. Meski ia berhasil kabur dari satu sisi labirin, dia akan kembali di sisi lain.

Setelah itu, Colin pun menantang Stefan untuk membuktikan bahwa realitas ada banyak dengan melompat dari balkon apartementnya. Memilih antara Stefan atau Colin yang akan melompat dari balkon. Jika memilih Stefan, empat bulan kemudian game Bandersnatch rilis tetapi game tersebut terkesan gelap dan menyeramkan.

Film Black Mirror: Bandersnatch ini merupakan spin-off dari serial TV Black Mirror (2011—sekarang) karangan Charlie Brooker dan disutradarai oleh David Slade. Netflix merilis film ini pada 28 Desember 2018 dengan durasi 90 menit. Untuk memahami konflik ceritanya, kita tidak perlu menonton Black Mirror, karena jalan cerita tidak berhubungan dengan serial TV-nya. Sebenarnya, film ini bisa menjadi gebrakan dalam dunia perfilman dengan menganut konsep ‘Choose your own adventure’ di mana penonton ditantang untuk menentukan jalan ceritanya sendiri dan mengambil risiko yang akan dihadapinya.

Peresensi: Safitri Amaliati

Editor: Ranita Sari

 6,442 total views,  9 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.