Oleh: Elvina Tri Audya & Rangga Dipa Yakti*

Ilustrasi Sumber: Oxy.edu
Ilustrasi
Sumber: Oxy.edu

Media Publica – Kehadiran media baru atau lebih dikenal dengan new media merupakan sebuah perkembangan yang signifikan dari awalnya komunikasi hanya berlaku satu arah kali ini dapat diakses dua arah atau interaktif. Poin tambah lain dengan hadirnya new media adalah kecepatan informasi yang dapat diakses dalam waktu sekejap. Selain kelebihan yang dimilikinya, new media juga memiliki kekurangan yaitu riskan terjadinya berita hoax. Lalu seperti apa perkembangan berita hoax dalam new media dan cara menyikapinya?

Teori Media Baru merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh Pierre Levy yang menyatakan bahwa new media membahas perkembangan teknologi dalam media. Selain membicarakan teknologi baru dalam new media dijelaskan pula mengenai ruang publik yang pada awalnya, erat kaitannya terbentuk karena media konvensional, seperti televisi maupun radio.

Namun dilihat dari perkembangannya televisi lebih condong memperjuangkan kepentingan elit dan orang-orang yang terlibat dalam diskusi politik tertentu bahkan cenderung menyiarkan perebutan kekuasaan antar-elit. Menukil tanggapan dari Habernas (1989 : 142) menyatakan bahwa ruang publik telah mengalami intervensi.

Komunikasi politik yang ditampilkan dalam media konvensional membuat teknologi baru makin menampakkan transformasinya, sehingga new media menjadi jawaban yang tepat dalam meninjau krisis ruang publik yang dikontrol oleh para pemilik kepentingan modal dalam proses komunikasi dan pada akhirnya terbit berita bohong yang menjadi dampak dari adanya new media.

Kehadiran dari new media ini disambut antusias bagi para penggunanya hingga saat ini karena penggunannya yang mudah dan praktis. Sehingga hampir tiap individu dapat mengakses informasi dengan cepat bahkan menjadi distributor informasi lewat new media.

Hal ini seperti yang diterangkan oleh Mediana Handayani, M.Si selaku Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Mediana memaparkan bahwa kehadiran new media memungkinkan orang-orang atau audiens untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan yang belum didapatkan atau belum diberikan oleh media konvensional.

“Selain karena kecepatan penyebaran informasi, new media  itu lebih memberikan kendali dengan kekuatan teknologinya kepada audiens tidak saja sebagai konsumen, pembaca dan penonton. Tetapi new media juga memberikan kendali bagi audiens untuk memproduksi pesan,” terangnya saat ditemui Media Publica, Senin (15/5).

Namun dengan hadirnya teknologi canggih nan mutakhir timbul pula sebuah dampak serta tanggung jawab yang harus diperhatikan. Dampak buruk dari kehadiran new media dapat dilacak dengan maraknya ujaran kebencian dan berita bohong karena penyebaran informasi yang semakin cepat. Namun, bukan persoalan penyebaran informasi saja yang dipermasalahkan, tetapi pengguna dari new media itu sendiri yang seharusnya sudah dibekali dengan budaya literasi media. “Ketika kita menjadi konsumen new media kita harus memiliki keterampilan yang dinamakan literasi media,” lanjut Mediana.

Senada dengan Mediana, Ahmad Djauhar selaku Wakil Ketua Dewan Pers menjelaskan bahwa teknologi yang canggih dalam perkembangan new media memang memungkinkan munculnya berita bohong dan ujaran kebencian yang berkembang secara masif. Ahmad kembali menekankan bahwa hal itu dapat diatasi melalui sikap yang harus diambil oleh media arus utama atau media mainstream.

Media mainstream harus berani untuk menayangkan bahwa berita itu nggak benar, informasi salah belum dikonfirmasi kebenarannya. Intinya kalau penyebaran hoax lebh masif karena teknologi informasi yang semakin maju. Jadi, karena teknologi orang-orang jadi mudah meng-klik link berita yang menarik dan percaya dengan berita itu ketimbang kecepatan berpikirnya,” tuturnya.

New media merupakan sebuah terobosan baru untuk membantu manusia dalam melakukan transaksi pesan yang diharapkan lebih efektif dan efisien. Namun, dilihat dari perkembangannya hal tersebut tidak diimbangi dengan pendidikan dasar akan literasi media yang menjadikan kemajuan teknologi seolah menjadi boomerang bagi mereka para penggunanya.

“Ketika kita mendorong orang-orang untuk menggunakan new media sebagai sarana alat bantu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kita juga harus membekali mereka dengan literasi new media supaya kita tidak hanya menjadi konsumen korban penyebaran berita-berita bohong dan ujaran kebencian,” ujar Mediana terkait literasi media.

Muhamad Heychael selaku Direktur Utama RemoTivi juga menyimpulkan pandangannya terkait new media serta dampak yang diberikan oleh teknologi baru tersebut. “Fake news solusinya bukan sensor atau blokir tapi dengan chritical thinking dan ini lewat pendidikan dasar. Sayangnya, cara ini tidak akan ditemukan dalam setahun atau dua tahun, tapi dalam waktu yang lama dan terkadang kita yang ada di posisi itu mengambil keputusan nggak sabar dengan hasilnya,” pungkasnya.

Dapat disimpulkan diantara kelebihan-kelebihan yang new media tawarkan terdapat pula dampak buruk media tersebut. Salah satunya tersebarnya berita hoax sehingga diperlukan pendidikan dasar tentang literasi media tersebut agar kita tidak mudah percaya dengan berita hoax.

*Penulis merupakan anggota LPM Media Publica

 9,018 total views,  6 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.