Novel Baswedan saat keluar dari Gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pada Jumat dini hari (1/5), Novel ditangkap di rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara lalu ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, keesokan harinya. (Sumber: Antara)
Novel Baswedan saat keluar dari Gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pada Jumat dini hari (1/5), Novel ditangkap di rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara lalu ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, keesokan harinya. (Sumber: Antara)

Jakarta, Media Publica – Kasus yang secara bertahap hadir di antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri semakin memperlihatkan kemunduran hukum di Indonesia. Proses penegakkan hukum dinilai mundur karena adanya usaha intervensi Presiden Joko Widodo dalam proses hukum penyidik KPK Novel Baswedan.

Menurut Anggota Komisi III DPR, Riska Mariska, presiden seharusnya menghormati setiap proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kepolisian. Ia menambahkan presiden tidak perlu meminta Bareskrim memberi perlakuan hukum khusus.

“Jangan lagi presiden mengambil langkah-langkah yang membawa kemunduran terhadap Negara ini. Jokowi harus kembali kepada Konstitusi,” tegasnya yang dilansir dari Berita Satu, Minggu (3/5).

Lain halnya dengan Ahli hukum tata negara Refly Harun. Ia menilai instruksi Presiden Joko Widodo kepada Polri agar tak menahan Novel bukan bagian dari intervensi hukum dengan alasan presiden memiliki kewenangan untuk mengontrol lembaga negara.

“Kalau ada unit-unit di bawah presiden melakukan penyalahgunaan kekuasaan, justru salah kalau presiden membiarkan anak buahnya menyalahgunakan wewenang,” ujar Refly.

Beragam persepsi yang muncul karena kasus diantara kedua pihak, mulai dari anggapan pegawai KPK bebas dari proses hukum hingga pendapat Polri hanya membidik kasus yang menyangkut KPK. Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia sekaligus pengamat hukum Fadli Nasution menegaskan rasa saling curiga antara kedua pihak itu harus diakhiri. Menurutnya saat ini masalah tidak lagi pada pertikaian antara KPK dan Polri yang tak kunjung usai, namun proses hukum yang berjalan di Indonesia.

Refly berharap presiden bisa lebih tegas dan dampaknya harus terlihat di mata masyarakat. “Jangan sampai kelihatan ada penguasa yang punya kekuasaan dan kewenangan melakukan penyalahgunaan kekuasaan lalu tidak ada yang mengontrolnya,” ujarnya.

Novel ditetapkan sebagai tersangka sejak 1 Oktober 2012 oleh Polres Bengkulu atas dugaan penganiayaan seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu, dirinya menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu. Pada akhir 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus Novel demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.

Namun kasus Novel tak pernah benar-benar ditutup. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan Novel ditangkap Jumat kemarin (1/5) atas permintaan Jaksa Penuntut Umum yang menangani berkas perkara Novel. Novel dijemput paksa karena kasus pidana yang menjeratnya mendekati batas kedaluwarsa.

 

Sumber: Berita Satu & CNN Indonesia

Editor: Rarasati Anindita

 2,134 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.