Oleh: Dwi Retnaningtyas*

Ilustrasi
Ilustrasi

Semua roda masih berputar pada porosnya
Semua mulut masih berucap amarah dan serapah
Semua tangan masih menadah berharap iba
Apa yang beda kali ini?

Si gila bilang, mungkin yang waras harus gila dulu
Biar mereka tahu bahwa dunia ini lebih dari gila
Bahwa damai tidak hanya diukur dari saling menjabat
Bahwa tenang tidak hanya diukur dari diam

Semua orang tahu, tidak ada yang salah dari berbeda
Tapi semua pun tahu, berbeda kadang menyalahkan semua orang
Tak ada yang tepat, hanya berkaca dari saling jalan beriringan
Bukan dari bagaimana bisa terus beriring tanpa berjalan

Lalu, apa yang disebut damai?
Ketika jadi beda pun disebut gila
Lalu, berapa banyak yang harus gila agar beda dianggap sama?
Agar yang gila tidak sendiri, agar tidak berbeda lagi

Amarah ini masih terlontar, entah kapan usainya
Karena saat tidak lagi marah, kita mungkin sudah sama
Tangan menengadah ini masih mengharap iba
Tapi, bila iba itu sudah hilang, gila lah kita

Mungkin ini puisi gila yang dibuat orang gila
Tapi mungkin harus gila juga untuk membaca puisi gila
Dunia ini sudah gila, bukan?
Atau kita hanya beda? Beda yang dianggap gila

*Penulis merupakan mahasiswa Fikom UPDM(B) angkatan 2011 dan anggota LPM Media Publica periode 2014-2015

 2,981 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.