ilustrasi (sumber : health.kompas.com)
ilustrasi (sumber : health.kompas.com)

Jakarta, Media Publica – Obat-obatan yang mengandung enzim lemak babi masih menjadi perdebatan hingga saat ini, khususnya di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Profesor Hasbullah Thabrany mengatakan produk industri farmasi yang mengandung lemak babi tidak bisa disetarakan begitu saja statusnya sebagaimana makanan dan minuman.

“Karena keterbatasan, terkadang dokter harus memberikan obat-obatan untuk pasien meski di dalamnya memiliki unsur dari tubuh babi,” kata guru besar UI itu dalam sebuah diskusi tentang RUU Produk Jaminan Halal (RUU PJH) di kawasan Tebet, Jakarta, Senin (17/12) Hasbullah memiliki pandangan terkait obat yang terdiri dari unsur babi berdasarkan pada Alquran surat Al-Baqarah ayat 113. “Menurut saya dalam keadaan darurat boleh dipakai dan itu tidak masalah,” katanya.

“Bagaimana keadaannya jika dalam keadaan darurat hanya ada obat manjur dengan kandungan babi? Tentu hal ini akan menjadi dilema apakah boleh atau dilarang bagi seorang Muslim.”

Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Dorodjatun Sanusi memberikan pendapatnya mengenai polemik kandungan enzim lemak babi dalam obat yang ramai diperbincangkan. Menurutnya, industri farmasi merupakan sebuah sistem yang membutuhkan riset panjang dan dana yang besar.

“Kalau mau membicarakan halal, kenapa tidak dari dulu sebelum obat tersebut ditemukan? Satu riset untuk membuat obat bisa memakan memakan waktu 7-10 tahun dengan biaya yang tinggi,” ungkap Dorodjatun.

Disisi lain pentingnya pengetahuan pasien untuk mengetahui komposisi suatu obat juga menjadi pertimbangan untuk mengkonsumsi obat tersebut. Khususnya obat atau kandungan yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien mengandung unsur babi atau tidak sebelum dikonsumsi pasien .

Anggota Komisi IX DPR RI Zuber Safawi mengatakan ”Selain pasien berhak tahu kandungan dalam suatu obat, kemasan suatu obat dan bahan obat seharusnya menampilkan informasi tersebut secara lengkap,” kata Zuber.

Sebelumnya Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengatakan obat yang diproduksi menggunakan bahan yang mengandung babi dengan sifat kedaruratan, karena tidak ada bahan lain sebagai penggantinya, maka diperbolehkan dalam Islam.

Namun, Suryadharma mengatakan, “ Jika masih ada bahan dasar lain yang halal dan tidak mengandung unsur yang diharamkan, penggunaan bahan halal harus tetap diutamakan sehingga umat muslim tenang mengonsumsinya,”

Sumber : Antara News
Editor : Putri Yanuarti

 3,211 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.