Sumber Ilustrasi: nusantara.news

Jakarta, Media Publica – “Perkembangan demokrasi pun terlantar karena percecokan politik senantiasa. Pelaksanaan otonomi daerah terlalu lamban sehingga memicu pergolakan daerah. Tentara merasa tak puas dengan jalannya pemerintahan di tangan partai-partai.” tulis Mohammad Hatta pada ‘Demokrasi Kita.’

Hatta terkenang namanya sebagai Bapak Koperasi Indonesia yang dibuat pemerintahan Orde Baru untuk membungkam pemerintahan heroik dwi-tunggal Indonesia. Pemikiran Hatta jauh lebih besar dibanding julukan Bapak Koperasi. Tulisan pria kelahiran 12 Agustus 1902 tentang ekonomi, politik, hingga demokrasi negeri ini masih relevan dipelajari putra-putri bangsa agar tak terjatuh di jurang yang sama.

Hatta muda menulis pertama kali ketika berusia 18 tahun dan telah dimuat dalam majalah Jong Sumatera. Hatta hanya salah satu dari sedikit pemuda kala itu yang memiliki kesadaran terhadap kebangsaan Indonesia. Lewat tulisan, Hatta berhasil menggugurkan mitos di kalangan tentara bahwa militerlah yang paling berjasa memerdekakan Indonesia melalui perjuangan senjata. Ketajaman pena dan kekuatan analisis Hatta justru lebih menusuk daripada tembakan senjata manapun.

Banyak tulisan-tulisan sebelum kemerdekaan Indonesia dapat tercapai, membuat Hatta mendekam di dalam penjara karena kritik tajam penanya pada sang penjajah. Bahkan saat beliau ditahan pada 1927, Hatta masih menulis pidato pembelaan berjudul “Indonesia Vrij” (Indonesia Merdeka). Pidato yang dibacakan selama tiga setengah jam tersebut berhasil menikam tepat di ulu hati kekuasaan kolonial.

Hatta adalah orator besar seperti halnya Sukarno. Tapi bukan lewat pidato dengan suara bariton penuh wibawa ia mnjadi besar. Melainkan, lewat tulisan-tulisan tajam dan menggetarkan siapapun pembacanya.

Pada awal kemerdekaan, Hatta menghadapi banyak masa-masa sulit seperti jatuh-bangun kabinet, pemberontakan Madiun, agresi militer Belanda, diplomasi utuk mempertahankan kedaulatan Indonesia, hingga pembentukan tentara Nasional. Namun, beliau tetap menulis artikel maupun buku. Topiknya beragam, dari politik, koperasi dan perbankan, hingga tentang islam dan demokrasi.

Hatta pun sempat menulis sebuah jurnal prestisius internasional tentang kebijakan luar negeri. Di situlah Hatta menyodorkan konsep politik negeri “bebas dan aktif”, yang diadposi pemerintaah Indonesia hingga kini.

Wafat pada 14 Maret 1980, Hatta telah meninggalkan ribuan judul buku dalam perpustakaan pribadi. Integritas dan kesederhanaan hidup menjadikannya mutiara langka di antara pemimpin Indonesia masa kini maupun lampau. Lebih langka lagi, karena beliau merupakan negarawan yang menulis.

 

Bernisan bangga, berkafan doa

Dari kami yang merindukan orang

Sepertimu …

 

(Iwan Fals – Bung Hatta)

 

Sumber: Seri Buku Tempo, Hatta Jejak yang Melampau Zaman.

Reporter: Mohammad Thorvy Qalbi

Editor: Gieska Cyrilla Calista

 6,867 total views,  6 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.