Ilustrasi Sumber : Unprint.id
Ilustrasi
Sumber : Unprint.id

 Oleh : Danila Stephanie*

Media Publica – Perkembangan zaman yang pesat membuat arus informasi dapat dengan mudah di akses masyarakat yang membuat masyarakat mudah terseret dan terpengaruh, mulai dari informasi yang sensasional sampai hal positif maupun negatif. Dengan adanya hal itu banyak fenomena-fenomena yang ditimbulkan, salah satunya adalah demam drama Korea dan k-pop yang sedang melanda  kalangan muda. Terlebih banyak anak muda khususnya kaum hawa yang terkesima akan produk kreatif asal Korea ini.

Mereka menyukai drama Korea yang kebanyakan beraliran romantis dari alur cerita, karakter para pemain, tradisi Korea. Tapi poin yang paling utama adalah diperankan oleh aktor dan aktris yang cantik, ganteng, dan menawan.

Di dalam cerita drama Korea para khalayak disuguhkan dengan cerita cinta bak negeri dongeng dengan pasangan yang sempurna menurut kriteria kita, dengan banyaknya kalangan muda yang tertarik akan hal itu khususnya di Indonesia sendiri, banyak minat anak muda yang ingin mengetahui mengenai korea.

Hal seperti itu banyak ditemukan di Jakarta dari berbagai macam festival, pembelajaran bahasa Korea, hingga adat istiadat di Korea. Di sisi lain hal itu sangat bagus untuk mengetahui dan mengenal kebudayaan yang ada diluar. Tapi di sisi lainnya juga menjadi sebuah hal yang sangat disayangkan Karena mereka berlomba-lomba mengetahui dan mengenal kebudayaan negara lain, bahkan mempelajarinya dengan sangat antusias dan mereka menganggap memiliki prestise tersendiri setelah mempelajari hal tersebut.

Padahal membicarakan kebudayaan Indonesia tidak jauh menarik dari kebudayaan negara lain dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, negara yang memiliki 13.466 pulau ini juga mempunyai tarian tradisional dan alat musik serta pakaian adat yang tidak kalah bagusnya juga.

Tetapi dengan adanya kelebihan arus informasi yang sangat mudah, mengapa minat anak muda sangat kurang untuk mengenal budayanya sendiri? Justu sebaliknya mereka hanya terpaku dan terseret akan kemajuan zaman. Menurut Agus Sardjono ketua pembentuk Rancangan Undang – Undang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (RUU PT – EBT) dalam salah satu seminar, beliau mengatakan minat anak muda sekarang sangat minim menyangkut kebudayaan, mereka lebih suka berkutat dengan smartphone. Kita seharusnya malu banyak orang luar negeri yang ingin belajar kebudayaan Indonesia dan mereka sangat bangga bahkan ada pentas gamelan di luar negeri tapi yang memainkannya adalah orang-orang asing.

Seharusnya peran anak muda adalah menjaga dan melestarikan budaya yang ada di Indonesia, banyak media yang menampilkan penduduk negara lain memainkan tarian tradisional yang di miliki Indonesia dan dengan cepatnya orang Indonesia menuduh negara tersebut mengklaim budaya Indonesia tanpa mencari kebenarannya. Tetapi ada juga beberapa kebudayaan Indonesia banyak terpengaruh dari negara lain, karena pada jaman kolonial Indonesia adalah tempat yang strategis untuk para perdagangan (India, Arab, Tingkok) dan pembeli (Portugis, dan lain sebagainya) bertemu. Hal itu yang akhirnya mempengaruhi kebudayaan indonesia salah satunya cerita pewayang Mahabarata yang mengisahkan tentang perang saudara antara Pandawa dan Kurawa yang merebutkan kekuasaaan (menjadi raja).

Tetapi ada cerita rakyat yang di buat teater telah tampil di mancanegara antara lain Singapura, Amsterdam, Barcelona, Madrid, Lyon, Ravenna, New York,  Melbourne, Taipei yaitu kisah I La Galigo kisah asal Bugis yang menceritakan perjalanan cinta Sawerigading. Cerita ini menggunakan aksara Bugis yang di terjemahkan . karakter yang ada di dalam cerita di perankan oleh masyarakat Bugis asli tapi sayangnya yang menjadi sutradara  teater ini adalah pria asal Amerika, Robert Wilson .

Dengan jerih payah Robert membawa kebudayaan Indonesia ke luar negeri, dimana peran anak muda Indonesia saat ini? Mereka hanya bangga dengan hasil jerih payah yang telah di buat tetapi mereka tidak memiliki peran penting dalamnya.

Padahal banyak komunitas dan festival maupun gerakan yang mengajak anak muda untuk menghargai akan kebudayaan Indonesia tetapi nyatanya hanya sedikit kemungkinan yang tertarik. Mungkin itu yang menjadi pertanyaan besar yang harus di tanyakan ke anak muda di Indonesia, mungkin saya adalah salah satu dari mereka yang lupa akan kebudayaan peninggalan nenek moyang yang semakin lama memudar, dan terpengaruh dari kebudayaan negara luar. Tapi apakah kita mau seperti ini terus melihat kebudayaan Indonesia memudar?

*penulis merupakan Anggota Media Publica

 21,504 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.