*Oleh: Rarasati Anindita
Ku berlari di tengah hamparan pasir putih
Ombak menyambut kaki ku dengan lembut
Sang surya menyapa ku dengan hangatnya
Angin pun membelaiku saat terhenti di bawah pohon kelapa
Wahai Desember! aku terpukau dengan pemandangan pantai kala itu
Meski kau termasuk musim penghujan, biru langit tak bisa memendam pancarnya
Kicauan burung tak bisa menandingi suara penyanyi opera
Alam ciptaan Yang Maha Kuasa tak bisa menandingi lukisan sang maestro
Saat terpejam menikmati alam, terdengar seorang anak laki-laki berteriak BAH! BAH!
Teriakannya sangat memekikan telinga dan penuh ketakutan
Ku buka mataku dan langsung terbelalak!
Pemandangan menakjubkan itu berubah menjadi suram
Apa yang terjadi? Kemana alam yang kulihat sesaat tadi?
Sekelilingku menjadi pemandangan yang mengerikan
Kapal-kapal berada di darat, pohon kelapa rubuh, bangunan pun rata dengan tanah
Laut seakan melahap daratan dan melumpuhkan seisi pemukiman
Anak laki-laki itu menghampiriku, menangis mencari saudaranya
Tubuhnya mengigil kedinginan, kotor dan penuh luka
Seketika air mata jatuh dan langsung kupeluk erat anak itu
Tak henti ku menangis hingga tersentak bangun di dunia lain
Tuhan,
Maafkan bila ku tak menghargai ciptaan-Mu
Maafkan juga bila teman-temanku tak menjaga ciptaan-Mu
Tuhan,
Terima kasih atas karya dan anugerah-Mu yang sempat kunikmati sesaat
Terima kasih telah menyadarkan bahwa kami mulai jauh dari-Mu
*Penulis merupakan mahasiswa Fikom UPDM(B) angkatan 2012 dan Pemimpin Redaksi LPM Media Publica Periode 2015-2016
3,295 total views, 6 views today