*Oleh: Mega Pratiwi

Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan,” –Tan Malaka

(Foto: Media Publica/Rarasati)
(Foto: Media Publica)

Media Publica – Pendidikan hadir sejak zaman manusia primitive hingga manusia modern. Pendidikan akan terus hidup selama masih ada kehidupan manusia dan dianggap menyatu sebagai gejala kebudayaan. Artinya sebagai pertanda  bahwa manusia, sebagai makluk budaya yang salah satu tugas kebudayaan itu tampak pada proses pendidikan. Pendidikan merupakan cerminan dari nilai-nilai kebudayaan yang berlaku sekarang, atau pada saat tertentu.

Aktifitas pendidikan berlangsung baik secara formal maupun informal. Baik pendidikan yang formal maupun informal memiliki kesamaan tujuan yaitu sesuai dengan filsafat hidup dari masyarakat. Ki Hajar Dewantara, sebagai bapak pendidikan nasional dalam Kongres Taman Siswa pada tahun1930 mengemukakan bahwa pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak; dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.

Pendidikan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif). Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain, yaitu dianugerahi akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan tersebut diharapkan manusia atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada dirinya sejak dilahirkan. Maka dari itu banyak aspek yang terkandung dalam pendidikan. Bukan hanya sekedar menjadi berpengetahuan secara intelektualitas.

Namun kini pendidikan yang kita hadapi malah membuat para anak didik menjadi bahan baku siap pakai untuk industri. Terlebih dengan alasan bahwa di masa mendatang yang dibutuhkan adalah mereka dengan kemampuan terbaik. Penggunaan teknologi terbaru dan bahasa asing sebagai pengantar dalam proses pendidikan menjadi hal yang dicari oleh orang tua untuk mendidik anak mereka menjadi siswa unggul secara aspek kognitif. Tak sedikit pula lembaga pendidikan yang mengarahkan siswanya untuk menjadi seorang entrepreneur, tidak sepenuhnya salah, tetapi yang menjadi tolak ukur dan titik acuan para siswa hanyalah bagaimana mendapatkan materi dengan berbagai cara. Hal ini menggambarkan pendidikan tidak lagi memperhatikan sisi moral yang juga menjadi aspek yang harus diasah dalam proses pendidikan.

Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut diselenggarakannya pendidikan karakter. Maka dari itu perlu adanya penekanan lebih terhadap pendidikan karakter. Nilai-nilai pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang dikembangkan dan diidentifikasi dari sumber-sumber Agama dan dasar negara, dalam hal ini nilai pendidikan karakter di Indonesia harus juga sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk menghadapi dan menjawab tantangan globalisasi Indonesia membutuhkan generasi yang memiliki karakter yang unggul juga bukan hanya kemampuan intelektualitas yang baik. Tanpa didukung dengan moral yang baik, proses pendidikan yang telah dijalani hanya akan menjadi sia-sia. Bukan mencerdaskan bangsa tetapi hanya akan berorientasi pada materi.

*Penulis adalah Pemimpin Umum LPM Media Publica periode 2014-2015

 3,093 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.