Suasana Diskusi 'Quo Vadis Tata Kelola Energi Indonesia Pasca Pilpres' yang diselenggarakan di Waluma Hang Lekir, Selasa (16/9). (Foto: Media Publica)
Suasana Diskusi ‘Quo Vadis Tata Kelola Energi Indonesia Pasca Pilpres’ yang diselenggarakan di Waluma Hang Lekir, Selasa (16/9).
(Foto: Media Publica)
Jakarta, Media Publica – Pasca terpilihnya Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Periode 2014-2019, tentunya terdapat berbagai kebijakan yang perlu dipersiapkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia.

Tata kelola energi menjadi salah satu perhatian penting. Bagaimana tidak, hambatan dan tantangan seperti permasalahan mafia Minyak dan Gas (Migas), produksi energi yang terus menerus menurun dan kebutuhan energi terus meningkat turut mewarnai tumbuh kembang bidang energi.

“2018, Indonesia bisa menjadi negara importir BBM (red-Bahan Bakar Minyak) terbesar dan defisit makin lebar” ungkap Dr. Gde Pradnyana dalam Diskusi Publik Quo Vadis Tata Kelola Energi Indonesia Pasca Pilpres: Pengaruh dan Dampaknya terhadap Kondisi Politik dan Ekonomi Indonesia, Selasa (16/9).

Diskusi yang dihadiri oleh Gde Pradnyana M.Sc., Ph.D (sekretaris SKK Migas), Mamit Setiawan, ST (Direktur Eksekutif Energy Watch), Bobby Adhityo Rizaldi SE, MBA (Anggota DPR RI Komisi VII) dab Eddy Junaidi (Direktur Kalimasadha Institute) membahas seperti apa tata kelola energitata kelola energi yang akan digunakan oleh Jokowi-JK serta bagaimana dampaknya dari sisi politik maupun ekonomi.

Di sisi lain, dengan pengambilan keputusan mengenai tata kelola energi, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Pemetaan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya kebijakan yang salah. “Terus bagaimana pelaksanaannya, pemerintahannya, kemudian pelaku ekonominya,” ungkap Eddy Junaidi.

Ia menambahkan, dimana dalam ketiga interaksi tersebut dapat memunculkan konsep National Energy Security, dalam arti lain, energi tidak hanya digunakan sebagai komoditi komersil, melainkan Negara sendiri harus memiliki riset untuk pengamanan Negara.

Namun, bagaimanapun juga kebijakan yang diambil oleh Jokowi-JK haruslah diambil secara hati-hati, mengingat kebijakan mengenai tata kelola Migas akan berdampak pada industri Migas itu sendiri. Baik dampak politik maupun ekonomi nantinya juga berpengaruh pada masyarakat.

“Kalau kebijakannya itu pro rakyat, kan yang lebih banyak dihasilkan itu dirasakan oleh rakyatnya,” tutup Eddy.

Reporter: Dianty Utari Syam & Rarasati Anindita
Editor: Dwi Retnaningtyas

 2,348 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.