Ribuan pendukung Moursi enggan membubarkan diri sebelum Moursi diangkat kembali menjadi Presiden. Sumber foto: BBC Indonesia
Ribuan pendukung Moursi enggan membubarkan diri sebelum Moursi diangkat kembali menjadi Presiden.
Sumber foto: BBC Indonesia

Pada hari Kamis (01/07), Pemerintah Mesir mengumumkan rencananya untuk segera membubarkan unjuk rasa yang dilakukan oleh para pendukung Presiden terguling, Mohammed Moursi. Dua demonstrasi yang telah dilakukan pro Moursi tersebut, dianggap telah mengancan keamanan Nasional dan menganggu lalu lintas jalan umum. Bahkan, sempat disebut sebagai “terorisme”.

Hal tersebut disampaikan oleh Pemerintah sementara Mesir setelah melihat Ribuan simpatisan Moursi dan Ikhwanul Muslimin selama hampir satu bulan mengadakan unjuk rasa dengan berkemah di dua lokasi berbeda di sekitar ibu Kota Kairo. Mereka bersumpah akan tetap bertahan sampai Moursi dikembalikan ke kursi kepresidenan.

Mesir menginstruksikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk “mengatasi bahaya tersebut dan mengakhirinya.” Namun instruksi tersebut tidak merinci batas waktunya.

Bahaya Lain
Di sisi lain, Kebijakan Mesir tersebut dinilai dapat membawa Mesir pada peristiwa berdarah yang baru. Sebelumnya, pasukan militer negara tersebut menembak mati 80 anggota Ikhwanul Muslimin pada Sabtu. Hingga kemudian tindakan tersebut memicu kekhawatiran global bahwa militer Mesir berencana membubarkan Ikhwanul Muslimin, yang pada masa Husni Mubarok juga harus bergerak di bawah tanah.

Lebih jauh lagi, pengumuman rencana pembubaran demonstrasi yang baru juga dinilai dapat membahayakan usaha Uni Eropa yang sedang menegosiasikan penyelesaian damai.

Utusan Uni Eropa Bernadino Leon satu hari yang lalu berada di Kairo untuk mempercepat usaha mediasi. Selain itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle, terbang ke Mesir untuk membantu negosiasi pada Kamis.

Sementara itu pemerintah sementara Mesir mengatakan bahwa ribuan simpatisan Moursi yang sedang berkemah mempunyai senapan. Namun tuduhan itu dibantah oleh demonstran yang mengatakan bahwa pihak militer hanya mencari alasan untuk membenarkan upaya pembubaran paksa.

“Mereka mencoba hal itu dua kali dan mereka gagal. Mereka juga telah membunuh 200 simpatisan. Apakah hal itu akan dilakukan lagi?” kata juru bicara demonstran Gehad El-Haddad seperti dikutip Reuters.

Haddad mengatakan bahwa  Leon telah mengunjungi perkemahan utama, di depan gedung Rabaa al-Adawiya, pada Rabu. “Kudeta militer ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar lapisan masyarakat. Saya pikir Leon telah mengerti pesan tersebut,” kata Haddad.

Hampir 200 orang telah terbunuh sejak militer menggulingkan Moursi. Hal itu memicu kehawatiran Barat mengenai kemungkinan konflik yang lebih luas di Mesir. Negara tersebut selama ini berperan penting dalam stabilitas Timur Tengah karena kebijakan netralnya di Terusan Suez dan tidak bermusuhan dengan Israel.

Enggan dibubarkan
Setelah mendapatkan kabar bahwa mereka akan dibubarkan, pro Moursi, menolak seruan Kementerian Dalam Negeri untuk mengaksi aksi di dua lapangan di Kairo.

Juru bicara kelompok pendukung Morsi, Alaa Mostafa, mengatakan aksi demonstrasi ini akan dilanjutkan.

Saqr, pendukung Morsi yang melakukan aksi di kamp Rabaa al-Adawiya di Kairo timur laut, mengatakan ia dan para pendukung Morsi lainnya terus akan berdemonstrasi sampai Morsi kembali diangkat sebagai presiden.

“Kami siap, siap mati untuk memperjuangkan legitimasi (Morsi). Serangan (terhadap kami) bisa terjadi kapan saja,” ujar Saqr kepada kantor berita Reuters.

Di dekatnya terdapat tumpukan batu yang ia katakan akan digunakan kalau ada yang membubarkan aksi ini.

Ancaman keamanan
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri meminta aksi ini diakhiri, menawari mereka jalan keluar yang aman, dan janji untuk tidak diajukan ke pengadilan.

Pada hari Rabu pemerintah dukungan militer mengizinkan polisi membubarkan aksi para pendukung Morsi.

Menteri Luar Negeri Mesir, Nabil Fahmy, mengatakan pemerintah tengah berupaya mencari solusi damai atas krisis politik yang terjadi di negaranya.

“Di luar itu kami tak bisa menerima ancaman terhadap keamanan. Selain itu kami juga terikat dengan peta jalan, yang masih membuka kemungkinan semua elemen di Mesir untuk ikut serta,” kata Fahmy seusai bertemu mitranya dari Jerman.

Amerika Serikat sudah mendesak Mesir untuk menghormati hak rakyat menyampaikan pendapat, termasuk hak melakukan aksi melakukan aksi secara damai.

Sumber: Antara, BBC Indonesia & Reuters
Editor: Dianty Utari Syam

 2,287 total views,  3 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.