Oleh Dwiyasista Widiatma Sekartaji*

adik manja

Aku mau senyummu saja. Lihat, betapa mempesonanya kamu dengan garis-garis halus di sekitar bibirmu.

Ceriamu cerminan dari jiwa yang selalu bahagia, menjemput hari dengan tawa, dan membagi cinta dengan indahnya.

Semangatmu meredam kelam, menghantam buram dengan cahaya di setiap jam. Akulah manusia paling bahagia mendapatimu, karena hanya di sampingmu saja, banyak cerita yang tak berkesudahan.

Ditangkapnya aku dalam kekalutan, kemudian padam saat pelukan datang meredam. Hatimu putih sebersih awan kumulus yang ku lihat pagi hari dari dermaga, tanyamu selugu anak 5 tahun yang selalu ingin tahu.

Tak merepotkan, malah justru menggemaskan. Berapa usiamu sekarang?

Aku bahkan tak percaya anak secerdasmu belum sampai 20 tahun. Aku ingat, betapa senangnya kamu saat membuat KTP, diperlihatkannya kartu itu dengan jejingkrakan sambil bilang kalau kau sudah dewasa.

Aku tak pernah sekali pun melihatmu menangis. Ditutupnya wajahmu dengan bantal. Bagaimana rasanya menahan tangis saat sedih, dik?

Untuk teriak saja kau merahasiakannya. Kau sungguh keras kepala! Kenapa tak kau ceritakan saja semuanya pada ibu? Atau padaku? Kau sudah dewasa sekarang.

Bahagianya aku melihatmu tumbuh menjadi wanita yang cantik jelita. Aku tak peduli akan seberapa tinggi badanmu nanti, bagiku, kau tetaplah adik kecilku yang manja dan keras kepala.

*Penulis adalah alumnus Fikom UPDM(B) angkatan 2007 dan Pemimpin Redaksi LPM Media Publica periode 2009-2010.

 5,639 total views,  6 views today

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.